[su_tabs style=”default” active=”1″ vertical=”no” class=””]
[su_tab title=”en” disabled=”no” anchor=”” url=”” target=”blank” class=””]
Week of 4 February:
Last minute preparation for the exhibition involved:
- deciding on the right format for each video
- being more playful with AR to include banners and the big Bagong painting as markers
- creating animated GIFs of the site maps to lead people into the exhibition
Initial research and development for this exhibition began as a PSBK residency in Sept-Oct 2017, followed by residencies in Makassar and Jakarta to create work for the Festival Bebas Betas exhibitionat National Gallery of Indonesia in October 2018. Caglar decided to include work from segments of all of these projects for the current exhibition. This includes a compilation video made with Deaf Arts Community in Jogja in which members signed different Bisindo versions of the question, What makes you who you are. He also used one film from the Makassar project and foortage of Ibu Sinta and friends from our day at Pondok Pesantren Waria Al Fatah.
As far as we know, many aspects of AR haven’t been used in quite this way before. As a result, everything had to be tested and many issues confronted. A short list includes: Wifi vs. mobile data, utilising new Wifi coverage at PSBK, where to feed videos from, the image quality required for AR markers, how would the AR application look, what minimum function should it have, how to make it user friendly and how to communicate to the public how to use it.
In terms of AR development, we worked hard to identify what is relevent, exciting and deliverablein this current exhibition at PSBK, while creating a wish list of possibilities to be explored ina further stage of development. Caglar already has funding in place from the Arts Council England “Develop Your Creative Practice” programme to undertake further researchin London in March 2019. One focus of this next stage will be looking at AR as a strategy for delivering access elements.
By this point, the PSBK team,including Somat, Adit, Itok ad Mul, were busy adapting the exhibition space, erecting partitions, fixing monitors to walls, posting AR markers around the site, and creating a wheelchair accessible pathway.In the office, Jeannie, Ruri, Isti, Donnie, Sinang, Septi and Rachma, were hard at workcreating the catalogue and flyer, coordinating outreach, marketing and social media, and organisingpreparations for the opening night reception, to include Bisindo intepretation. Rather than having a band play, three musicians were invited, in the spirit of improvisation, to choose their own repertoire and find their own space at PSBK to play throughout the evening. This included a cellist, playing Caglar’s favourite instrument!
[/su_tab]
[su_tab title=”id” disabled=”no” anchor=”” url=”” target=”blank” class=””]
Februari minggu ke-4:
Menit-menit terakhir persiapan untuk pameran yang meliputi:
- menentukan format yang tepat untuk setiap video
- lebih bereksperimen dengan AR, memasukkan spanduk dan lukisan Bagong besar sebagai penanda AR
- membuat beberapa GIF animasi dari peta lokasi untuk mengarahkan orang ke pameran
Penelitian dan pengembangan awal untuk pameran ini dimulai saat residensi di PSBK pada bulan September-Oktober 2017, diikuti oleh residensi di Makassar dan Jakarta untuk menciptakan karya untuk pameran Festival Bebas Betas di Galeri Nasional Indonesia pada Oktober 2018. Caglar memutuskan untuk memasukkan sebagian karya dari seluruh rangkaian proyek ini untuk pameran. Termasuk video kompilasi yang dibuat dengan Deaf Art Community di Jogja di mana anggota komunitas tersebut menjawab pertanyaan ‘apa yang menjadikan kamu jadi kamu’ dengan berbagai versi Bisindo. Ia juga menggunakan satu film dari proyek di Makassar dan cuplikan video dari Ibu Sinta dan teman-teman saat kami mengunjungi Pondok Pesantren Waria Al Fatah.
Sejauh yang kami tahu, belum banyak aspek AR yang digunakan dengan cara ini. Akibatnya, semuanya harus diuji, dan kami dihadapkan pada banyak masalah. Permasalahan tersebut termasuk: pemakaian wifi dibandingkan dengan data seluler, pemanfaatan cakupan Wifi terbaru di PSBK, tempat pengambilan video, kualitas gambar yang diperlukan untuk penanda AR, bagaimana tampilan aplikasi AR, fungsi minimum apa yang harus dimilikinya, bagaimana cara membuatnya mudah digunakan dan bagaimana menyampaikan pada publik tentang cara menggunakannya.
Dalam hal pengembangan AR, kami bekerja keras untuk menemukan apa yang baru, menarik dan dapat dibawakan dalam pameran di PSBK, sambil tetap berharap tentang beberapa kemungkinan yang dapat dieksplorasi pada tahap pengembangan lebih lanjut. Caglar telah mendapatkan dana dari program Arts Council England “Kembangkan Praktek Kreatif Anda” untuk melakukan penelitian lebih lanjut di London pada bulan Maret 2019. Salah satu fokus dari penelitian tersebut adalah memandang AR sebagai strategi untuk memberikan elemen akses.
Pada titik ini, tim PSBK, termasuk Somat, Adit, Itok ad Mul, sibuk menata ruang pameran, memasang sekat, memasang monitor ke dinding, memasang penanda AR di sekitar lokasi, dan membuat jalur yang dapat diakses kursi roda. Di kantor, Jeannie, Ruri, Isti, Donnie, Sinang, Septi dan Rachma, bekerja keras untuk membuat katalog dan selebaran, mengkoordinasikan penjangkauan ke penonton, pemasaran dan media sosial, dan mengatur persiapan untuk sambutan malam pembukaan, termasuk intepretasi Bisindo. Bukan dengan diiringi alunan band, kami mengundang tiga musisi untuk berimprovisasi dengan lagu-lagu pilihan mereka dan menempatkan diri mereka sendiri di sekitar PSBK untuk bermain musik sepanjang malam. Salah satu dari mereka adalah pemain cello yang memainkan alat musik favorit Caglar!
[/su_tab]
[/su_tabs]
Comments